Blogger Widgets UD. SUKSES BERSAMA: NAMA

UD. SUKSES BERSAMA

Jumat, 03 Januari 2014

NAMA

 4 Jan, SUKSES BERSAMA   
       Ia disebut-sebut sebagai ahadu masyayikhi khurusan, atau salahsatu guru besar di daerah khurusan (sebuah kawasan disebelah utara Persia).
       Suatu hari,seorang perempuan menghadap kepadanya, hendak meminta pertimbangan ihwal persoalan yang  sedang ia hadapi. Belum satu pun unek-uneknya ia keluarka, barangkali baru pada tahap memohon atau memperkenalkan diri, di tengah keheningan itu keheningan yang biasa hinggap saat seorang murid berhadapan dengan wibawa gurunya sayup-sayup terdengar suara. Suara yang membuat merah muka si perempuan. Ya, ia mohon maaf- kentut. Bisa Anda bayangkan, betapa tak karuannya perasaan sang perempuan; dihadapan orang yang amat Anda hormati, eh, tiba-tiba saja angin itu mendesak.
       Melihat gelagat perempuan yang didera rasa malu atas dirinya sendiri itu, sang Syaikh tidak malah tertawa. Kita tahu,sang Syaikh bukan tak mendengar suara kentut si perempuan, akan tetapi beliau mengambil sikap. ia lantas mendesakkan seruan,"Apa? Apa tadi yang kamu bicarakan? Keraskanlah sedikit suaramu itu."
       Mendengar seruan sang syaikh yang seolah tak mendengar suaranya itu, si perempuan tampak lega. Ia berpikir, Wah, Syaikh pasti tak mendengar suara kentutku tadi." Maka perempuan itu pun selanjutnya mampu dengan lancar mengutarakan hajatnya tanpa disertai perasaan malu sedikit pun.
       Syaikh itu bernama Hatim, waliyullah yang juga murid dari seorang Waliyullah bernama Syaqiq al-Balkhi.setelah kejadian itu, dan barangkali setelah si perempuan menceritakan kepada khalayak bahwa ternyata pendengaran sang Syaikh tak terlalu baik (shamam), khalayak pun kemudian menjuluki Hatim dengan sebutan "si tuli" atau "si bolot" atau "si budeg". Sampai kini bahkan kita mengenal Hatim sebagai orang tuli. Ya, Hatim al-Asham (Hatim si Tuli).
       Bayangkan, seorang berilmu, termasyur pula, merelakan dirinya untuk dijuliki dengan panggilan rendahan hanya karena menjaga perasaan orang lain. Adakah orang seperti ini pada zaman akhir ini?Kita semua barang kali menjawab, "Negatif" . Sebab yang sebaliknyalah justru yang banyak; orang sama risau saat nama baiknya tercemar, saat ego dan keakuannya terusik. Banyak orang yang marah karena direndahkan reputasinya; lha wong gelarnya ditulis keliru saja sudah cemberut kok!!!Belum lagi jika kita melihat kelakuan banyak orang yang suka mengaku-ngaku reputasi orang lain sebagai miliknya. Tengoklah
celetukan ini, misalnya,"itu lho, kiai anu atau bupati itu,  dulu kawan sebangku aku." Liriklah juga, di musim jor-joran spanduk dan banner kampanye politik seperti hari-hari ini, gambar-gambar tokoh nasional di pajang untuk menjustifikasi kemampuan seseorang yang tidak atau belum tampak wujudnya.
       Ah, betapa sulitnya mencari nama baik. Padahal mengacu Hatim, apa sih sebetulnya nama baik itu? Apakah nama baik itu adalah sebutan lain daari egoisme dan atau keakuan yang terlalu membuncah sehingga bahkan tak sadari oleh pemiliknya? Bisa iya, atau Tidak. kita sendirilah sebetulnya yang bisa menjawabnya.
        Wallahua'lam bis shawab. * * * 
sumber: BULETIN
www.masjidagungpalembang.or.id


Tidak ada komentar: